Menakar Langkah Prabowo Mengatur Siyasah Komunikasi dengan Trump Pasca Gabungnya Indonesia dalam “Geng” Rusia dan China

Rabu 12 Februari 2025

Kasihruang.com – Jakarta, 11 Februari 2025 – Pasca pelantikan Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat, perang dagang yang dilancarkan Trump kembali mempengaruhi perekonomian global, dengan fokus khusus pada negara-negara rival terberat, terutama China. Baru-baru ini, Trump mengeluarkan serangkaian perintah eksekutif yang mencakup kenaikan tarif bea masuk pada sejumlah produk internasional. Salah satu kebijakan kontroversial tersebut adalah pengenaan tarif sebesar 25% pada produk-produk dari Kanada dan Meksiko, serta 10% untuk barang-barang asal China.

Langkah ini langsung menuai reaksi keras dari para pemimpin dunia, termasuk di kawasan Amerika Utara. Dampaknya, pasar global pun mengalami penurunan yang signifikan. Tidak hanya berdampak pada negara-negara yang langsung terlibat, kebijakan ini juga berpotensi mempengaruhi perekonomian Indonesia, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Indonesia kini menghadapi ujian besar dalam menerapkan gagasan politik luar negeri “Politik Bebas Aktif” yang menjadi landasan kebijakan luar negerinya. Secara historis, Indonesia memegang prinsip netralitas dalam hubungan internasional, yang kini semakin diuji dengan munculnya dinamika global baru akibat kebijakan Trump.

Perlu dicatat bahwa baik Trump maupun Prabowo Subianto, Menteri Pertahanan Indonesia, dapat dikategorikan sebagai pemimpin yang tegas dalam mengelola kepentingan nasional. Namun, hubungan baik yang terjalin antara Prabowo dan Trump, tercermin dalam percakapan telepon mereka pada 12 November tahun lalu, menunjukkan peluang Indonesia untuk menjalin hubungan yang lebih erat dengan Amerika Serikat.

Namun, meskipun kedua pemimpin menunjukkan kedekatan, Indonesia harus tetap menyiapkan strategi mitigasi yang matang. Terutama terkait dengan perubahan kebijakan luar negeri Amerika Serikat yang berdampak pada sektor ekonomi nasional. Menghadapi proyeksi inflasi dan meningkatnya biaya impor akibat depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar serta perang tarif yang kian memanas, Indonesia harus lebih memperhatikan ketahanan ekonomi domestik, terutama dalam menjaga kemampuan konsumsi dan produksi.

Di sektor politik dan keamanan, Indonesia harus mampu memetakan potensi kontestasi yang beririsan dengan kebijakan sensitif dari negara adidaya tersebut, yang bisa memicu ketegangan atau konflik. Keanggotaan Indonesia dalam BRICS, misalnya, perlu diperhatikan dengan cermat. Pasalnya, Trump merespons negatif terhadap inisiatif depolarisasi BRICS, bahkan dengan mengenakan tarif 100% pada produk negara-negara anggota BRICS.

Melihat hal ini, Indonesia dapat mengambil pelajaran dari kebijakan luar negeri India yang pragmatis. India telah berhasil menjaga keseimbangan hubungan dengan kedua blok besar, Barat dan Timur, dalam upaya mencapai tujuan domestiknya. Indonesia pun harus menyesuaikan diri dengan dinamika geopolitik global sembari tetap berpegang teguh pada prinsip Politik Bebas Aktif yang diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar 1945, demi kesejahteraan rakyat Indonesia.*******

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *