kasihruang.com – Internasional, Konflik yang dimulai pada 24 Februari 2022 antara Rusia dan Ukraina telah menarik perhatian global, menambah ketegangan di kancah geopolitik dunia. Meskipun seruan untuk perdamaian semakin bergema, terutama dari Amerika Serikat, dan berbagai upaya gencatan senjata terus didorong, pertempuran di medan perang masih berlangsung sengit. Hingga kini, belum ada kepastian tentang bagaimana dan kapan konflik ini akan berakhir. Keberadaan Ukraina, Rusia, Amerika Serikat, dan Uni Eropa dalam dinamika ini menciptakan sebuah situasi yang kompleks. Apakah tujuan masing-masing pihak telah tercapai, atau justru mereka sedang menghadapi konsekuensi yang tidak terduga?
Bagi Rusia, operasi militer di Ukraina dipandang sebagai langkah defensif untuk menjaga kepentingan nasional. Presiden Vladimir Putin menyebut ekspansi NATO, termasuk rencana Ukraina bergabung dengan aliansi tersebut, sebagai ancaman serius terhadap keamanan Rusia. Oleh karena itu, Rusia menggunakan istilah “operasi militer khusus” untuk menggambarkan upaya mereka yang berfokus pada perlindungan diri dari kebijakan yang diterapkan oleh Presiden Volodymyr Zelensky, yang dianggap semakin mendekatkan Ukraina dengan Barat.
Di sisi lain, Ukraina yang sudah menghadapi pertempuran di wilayah Donbas sejak 2014, berjuang mempertahankan wilayahnya. Alih-alih mencari solusi diplomatik, pemerintah Ukraina memilih pendekatan militer. Dukungan dari Amerika Serikat dan Uni Eropa dalam bentuk persenjataan serta sanksi terhadap Rusia diharapkan dapat melemahkan Rusia dalam waktu singkat. Namun, harapan tersebut belum terwujud.
Dr. Maria Shagina, peneliti dari International Institute for Strategic Studies, menyoroti, “Meskipun sanksi telah memberikan tekanan pada beberapa sektor ekonomi Rusia, negara ini dengan cepat beradaptasi dan menemukan cara untuk mempertahankan pendapatan dari ekspor energi.” Tiga tahun telah berlalu sejak dimulainya konflik, namun prediksi mengenai kekalahan Rusia yang diharapkan Barat tak kunjung terbukti. Sebaliknya, Rusia menunjukkan ketahanan ekonomi yang cukup kuat. Meskipun sanksi ekonomi berat diterapkan oleh Uni Eropa dan Amerika Serikat, Rusia berhasil meraih keuntungan besar dari ekspor energi ke Asia.
Ironisnya, sanksi tersebut justru memberikan dampak negatif bagi Uni Eropa, dengan inflasi di zona euro mencapai titik tertinggi dalam beberapa dekade, terutama akibat lonjakan harga energi. Bank Sentral Eropa mencatat bahwa ketegangan geopolitik dan sanksi tersebut memicu lonjakan harga energi, yang kemudian memperburuk kondisi ekonomi di Eropa.

Sementara itu, Amerika Serikat kini tampaknya lebih menginginkan perdamaian dan gencatan senjata dengan Rusia. Hal ini membuat Ukraina berada dalam posisi yang semakin sulit, mengingat dukungan penuh dari AS tidak lagi sekuat sebelumnya. Perubahan sikap politik Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Donald Trump turut memengaruhi dinamika konflik ini. Sikap Trump yang lebih ramah terhadap Rusia mengikis kepercayaan antara AS dan sekutu-sekutu Eropa. Ketidakpastian komitmen AS terhadap NATO dan keamanan Eropa juga mendorong negara-negara Eropa untuk mempertimbangkan ulang strategi pertahanan mereka.
Meskipun terlalu dini untuk memprediksi secara pasti bagaimana perdamaian akan tercapai atau kapan Rusia akan mengakhiri operasi militernya, beberapa pencapaian Rusia sudah mulai terlihat. Pertama, Rusia berhasil mencegah Ukraina bergabung dengan NATO. Kedua, meskipun sanksi yang dijatuhkan Barat terhadap Rusia, ekonomi negara tersebut tetap stabil, bahkan semakin memperkuat posisinya dengan menarik minat banyak negara untuk bergabung dengan BRICS, sebuah aliansi ekonomi yang dipimpin oleh Rusia, China, India, Brasil, dan Afrika Selatan.
Media Rusia menyajikan gambaran optimis mengenai situasi ini. Salah satu artikel menyatakan, “Selama lebih dari seribu tahun sejarah, negara kami telah menghadapi tantangan tersulit dan musuh paling berbahaya. Jika kami mampu mengalahkan Napoleon dan Hitler, kami akan mampu mengatasi tantangan apapun di masa kini dan masa depan.” Narasi ini mencerminkan keyakinan Rusia bahwa mereka akan mampu bertahan dan keluar sebagai pemenang dalam konflik ini.
Konflik ini menyimpan banyak pelajaran berharga mengenai ketahanan sebuah bangsa dalam menghadapi situasi yang penuh tantangan. Warisan sejarah dan mentalitas rakyat Rusia yang terbentuk oleh perjuangan melawan musuh besar seperti Napoleon dan Hitler menjadi sumber kekuatan bagi negara ini. Di sisi lain, Ukraina dan sekutunya perlu mempertimbangkan ulang strategi mereka untuk mencapai resolusi yang damai.
Saat dunia terus menyaksikan perjalanan konflik ini, satu hal yang pasti: baik perdamaian maupun kemenangan pihak manapun, konflik ini telah mengubah peta geopolitik global dan meninggalkan dampak yang akan terasa selama bertahun-tahun ke depan.
Penulis: Amy Maulana, Pengamat Center for Media Strategy – mediacenter.su
Editor: Evan Edo Prasetya, Pimpinan Redaksi kasihruang.com